INDONESIA – U.S. SECURITY DIALOGUE (IUSSD)
I. Umum.
1. Tujuan dilaksanakan Indonesia – U.S. Security Dialogue adalah untuk membangun suatu saluran komunikasi dua arah antar Dephan dan institusi militer kedua negara, menciptakan sarana kepada pejabat pemerintah kedua negara untuk dapat saling bertukar pandangan dalam lingkup yang luas mengenai strategi keamanan nesional dan pertahanan, adanya pemahaman yang lebih dalam tentang persepsi, konsepsi bahkan mengenai strategi keamanan nasional kedua negara, dan menghasilkan masukan-masukan yang positif bagi pemerintah masing-masing sebagai bahan untuk menentukan kebijakan politik selanjutnya.
2. Dalam dialog-dialog ini juga terungkap tentang adanya komitmen pemerintah AS untuk mendukung intergritas wilayah NKRI dari Sabang sampai Merauke disatu sisi, dan disisi lain pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk ikut bersama-sama AS dan komunitas internasional memerangi terorisme global. Kegiatan IUSSD telah dilaksanakan sebanyak 6 kali mulai tahun 2002 s.d. 2008.
II. Hasil – hasil IUSSD
3. IUSSD I
a. IUSSD I dilaksanakan tanggal 24 – 25 April 2002 bertempat di Hotel Borobudur Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mayjen TNI Sudrajat MPA, Dirjen Strahan Dephan dengan anggota sebanyak 43 orang terdiri dari unsur militer, polisi, sipil, diplomat dari Indonesia dan Amerika Serikat. Peserta dari Indonesia sebanyak 31 orang terdiri dari delegasi utama 17 orang dan delegasi pendukung 14 orang. Sedangkan delegasi AS dipimpin oleh Richard Lawless, Deputy Assistant Secretary of Defence for Asian and Pacific Affairs dengan anggota berjumlah 12 orang.
b. Dalam dialog tersebut, Delegasi AS menyampaikan masalah Regional Security Situation, National Security Issues, DOD Strategy and Budget Formulation, Countering Terorism in the Pacific. Sedangkan Delegasi Indonesia menyampaikan masalah Regional Security Situation, Indonesia Security Issues, Masalah Piracy, Masalah New Paradigm and Internal Reform of TNI.
c. Situasi Keamanan Regional. Kedua delegasi menyatakan pentingnya kerjasama antar negara, baik bilateral maupun multilateral dalam melawan terorisme. Disamping itu kedua delegasi juga menyoroti situasi keamanan yang masih rawan karena diwarnai oleh konflik antar negara, dan menekankan perlunya mengedepankan dialog dan kerjasama regional untuk mencegah meluasnya konflik.
d. Keamanan Nasional masing – masing negara. Delegasi RI menyampaikan bahwa terdapat 6 “wilayah rawan konflik “ di Indonesia, yang sangat memerlukan perhatian Pemerintah RI, karena didalamnya juga termasuk konflik yang mengarah ke disintegrasi bangsa. Disampaikan juga kendala penanganannya, serta upaya yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah RI dalam mengatasi masalah tersebut. Sementara itu delegasi AS menjelaskan tentang perubahan strategi Dephan dan Angkatan Bersenjata AS dalam menyikapi perubahan situasi keamanan dunia, serta implikasinya terhadap negara-negara di Asia.
e. Masalah – masalah khusus. Delegasi R.I. menyampaikan penjelasan tentang pembajakan di laut wilayah RI beserta upaya yang telah diambil untuk menanggulanginya, dan tentang Reformasi TNI, yang mengetengahkan program dan upaya yang telah dilaksanakan oleh TNI dalam menyikapi perkembangan yang terjadi pada era reformasi di Indonesia. Di sisi lain, delegasi AS menjelaskan tentang kebijakan AS dalam bidang kontra terorisme, khususnya yang berhubungan dengan negara-negara di Asia Pasifik dan yang berpenduduk mayoritas Islam. Dijelaskan pula bahwa kebijakan yang ditempuh tersebut bervariasi, tergantung situasi negara yang bersangkutan.
f. Sebagai penutup pertemuan, delegasi kedua negara sepakat bahwa dialog sangat penting artinya sebagai pilar bertumpunya hubungan antar Indonesia dan AS. Disamping itu juga disepakati untuk meningkatkan frekwensi komunikasi antara Menhan kedua negara dan juga antara perwakilan masing-masing Menhan. Delegasi kedua negara juga sepakat untuk melaksanakan IUSSD–2 pada pertengahan tahun 2003.
4. IUSSSD II
a. Indonesia-US Security Dialogue 2 (IUSSD-2) dilaksanakan pada tanggal 22-23 April 2004 di Departemen Pertahanan AS, Pentagon, Washington DC, Amerika Serikat. Delegasi RI dipimpin oleh Mayjen TNI (Purn) Sudrajat MPA, Dirjen Strahan Dephan dan anggotanya terdiri dari para pejabat Deplu, Polkam, Mabes TNI dan Angkatan, BIN serta Polri. Sedangkan delegasi AS dipimpin oleh Richard Lawless, Deputy Assistant Secretary of Defence for Asian and Pacific Affairs dan anggotanya terdiri dari para pejabat Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, Defence Intelligence Agency, Atase Pertahanan AS di Jakarta.
b. Dialog dibuka oleh Principal Deputy Assistant Secretary of Defence, Peter C.W. Flory, yang menekankan pentingnya memelihara komunikasi antara institusi pertahanan, untuk mendapatkan masukan bagi penentuan kebijakan pertahanan kedua negara dan dalam rangka membangun rasa saling percaya. Dalam pidato balasannya ketua delegasi Indonesia menyatakan menyambut baik pelaksanaan dialog sebagai implementasi dari Joint Statement Presiden kedua negara dan mengharapkan agar pertemuan ini dapat menjadi forum komunikasi yang intensif bagi kedua institusi pertahanan.
c. Masing-masing delegasi menyampaikan presentasi dilanjutkan dengan diskusi. Delegasi Indonesia menyampaikan presentasi mengenai : An Overview of Global and Regional Security Issues and Assessment of US-Indonesia relations, Indonesian National Security Issues and Counter Terrorism, Indonesia Defence Policy and Military Territorial Command dan Aceh Combined Operations. Sedangkan delegasi AS menyampaikan presentasi mengenai : U.S. Perspective of Asian and Pacific Regional Security Issues, Proliferation of Weapons of Mass Destruction and the Proliferation Security Initiative (PSI), US Policy on Counter Terrorism and Human Rights serta US Global Posture.
d. Situasi Keamanan Regional dan Global. Kedua delegasi membicarakan isu situasi keamanan regional dan global khususnya di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Pihak AS menyampaikan perhatiannya terhadap denuklirisasi Semenanjung Korea dan kerjasama pertahanan dan militer AS dengan beberapa anggota negara ASEAN seperti Thailand dan Filipina. AS mengharapkan agar negara-negara Asia Tenggara tidak dijadikan sanctuary dan volatile areas bagi kelompok teroris. Delegasi AS mengatakan bahwa pengembangan kerjasama AS dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara ditujukan untuk mengeksplorasi upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kerjasama pelatihan dan Joint exercises. Khusus dengan Indonesia, AS berkeinginan untuk memperluas hubungan bilateral kedua negara yang tidak semata terfokus pada hubungan militer saja, tetapi juga pada hubungan keamanan. Mengenai masalah denuklirisasi di Semenanjung Korea yang krusial, delegasi Indonesia menyampaikan kesediaan Pemri untuk membantu proses perdamaian di semenanjung tersebut, mengingat kedekatan hubungan bilateral Indonesia terhadap kedua negara. Indonesia juga menawarkan pemanfaatan forum ARF di Jakarta pada bulan Juli 2004 yang akan datang. Kemudian Indonesia juga meminta kepada AS agar dapat memahami bahwa hubungan RI-Timor Leste bersifat forward looking dan hubungan bilateral RI-AS tidak perlu dibebani oleh masalah Timor Leste. Di sisi lain, AS memberikan jaminan untuk menghormati kedaulatan Indonesia terhadap perairan Indonesia khususnya di wilayah Selat Malaka.
e. Terorisme dan Human Rights. Kedua belah pihak sepakat untuk meningkatkan pemahaman terhadap terorisme. Pihak AS menyampaikan kebijakannya dalam menangani terorisme sebagaimana tercantum dalam paper National Security Council, yaitu : 4 D (Defeat/mengalahkan para teroris dan jaringannya), (Deny/menolak dukungan langsung maupun tidak langsung negara terhadap terorisme), (Defend/ mempertahankan prinsip hak untuk mempertahankan diri), dan (Diminish/ menghilangkan akar permasalahan terorisme). Dalam melaksanakan counter terorisme, kedua delegasi sepakat untuk perlunya promosi dan perlindungan HAM dan mengindahkan keseimbangan antara menjaga demokrasi dan HAM dengan tetap menjamin keamanan bagi warganegaranya.
f. Fungsi Pembinaan Teritorial TNI. Pihak AS dapat memahami bahwa fungsi Pembinaan Teritorial TNI sesuai dengan doktrin Total People Defence, dan bukan diartikan sebagai deployment (penggelaran) tetapi sebagai basing yaitu kesiapan keberadaan militer pada saat dibutuhkan. Fungsi pembinaan teritorial juga merupakan Early Warning System bagi perkembangan situasi yang tidak diharapkan. Hal yang menjadi perhatian AS diantaranya adalah agar dihindari penyalahgunaan fungsi pembinaan teritorial seperti waktu lalu.
g. Masalah-masalah khusus.
1) BDD (Bilateral Defence Dialogue). Perlu dibentuk forum BDD (Bilateral Defence Dialogue) antara US Pacific Command (USPACOM), dengan TNI serta pejabat lain yang relevan.
2) NAMRU (Naval Medical Research Unit). Delegasi AS menegaskan pentingnya kesepakatan mengenai status diplomatik bagi pelaksanaan tugas Namru sebagaimana telah disepakati, khususnya bagi wilayah Papua. Berkaitan dengan hal ini, delegasi Indonesia mengemukakan bahwa pemberian status diplomatik yang diterapkan Indonesia adalah sesuai dengan prinsip-prinsip dalam Vienna Convention on Diplomatic Relations tahun 1961 serta tidak ada hubungannya dengan Papua. Namun pihak Indonesia merasa pemberian status diplomatik bagi anggota Namru yang melaksanakan kegiatan di Papua kurang tepat mengingat hasil riset tim Namru selama ini tidak pernah diserahkan kepada Pemerintah Indonesia.
3) Article 98 dari Statuta Roma/International Criminal Court. Delegasi AS menyampaikan bahwa perjanjian bilateral mengenai Non-Surrender Agreement (NSA) adalah penting bagi AS khususnya dalam menjamin fungsi operasional AS diberbagai belahan dunia. Untuk itu, AS mengharapkan Indonesia dapat menandatangani perjanjian NSA tersebut. Dalam hal ini, delegasi Indonesia menegaskan bahwa saat ini Pemri sedang membahas masalah ini secara progressive.
4) Normalisasi hubungan militer-militer Indonesia-AS. Delegasi Indonesia menyampaikan pentingnya pemikiran tentang roadmap bagi normalisasi hubungan militer antara kedua negara. Isi roadmap ini adalah penuntasan kasus Timika dan masalah Timor Timur.
a) Penuntasan kasus Timika. Penyelidikan atas kasus Timika memiliki dua skenario. Skenario pertama, para pelaku penembakan dapat ditangkap, terbukti bersalah dan dihukum. Skenario kedua, ditetapkan bahwa TNI/militer tidak terlibat namun para pelaku tidak tertangkap. Pihak AS menyampaikan harapannya bahwa skenario pertama yang akan terjadi, kemudian sesuai peraturan yang ada Presiden AS akan menyampaikan sertifikasi kepada Congress. Sedangkan State Department (Deplu) AS menyampaikan bahwa menurut sumber FBI penyelidikan saat ini tidak lagi terfokus kepada TNI.
b) Penyelesaian masalah Timor Timur. Delegasi Indonesia menyampaikan masalah pengadilan pelanggaran HAM Timor Timur di Indonesia. Dalam kaitan ini, Indonesia mengharapkan, hendaknya AS dan pihak-pihak lain dapat menghormati pelaksanaan Ad Hoc Tribunal/Pengadilan Ad Hoc pelanggaran HAM yang dilakukan sesuai dengan Hukum Nasional Indonesia. Pengadilan nasional dimaksud merupakan kemajuan tidak saja dalam lingkup nasional Indonesia, tetapi bahkan di Asia Tenggara.
c) Peralatan militer milik TNI yang ada di gudang AS. Delegasi Indonesia mengharapkan agar pihak AS dapat mengirimkan sejumlah peralatan militer milik TNI, khususnya mesin dan spare parts pesawat terbang yang telah dibeli dari AS, namun tidak dapat dikeluarkan karena adanya restriksi yang diterapkan oleh Pemerintah AS. Delegasi AS dapat memahami hal ini, dan meminta kepada pihak Indonesia agar membuat daftar peralatan yang dimaksud dan dikirimkan kepada pihak AS untuk ditindak lanjuti.
d) Pembelian 50 pucuk senjata M16. Delegasi Indonesia menyampaikan permintaan kepada AS agar dapat mengijinkan TNI untuk membeli senjata jenis M16 sejumlah 50 pucuk guna dimanfaatkan dalam kompetisi menembak Negara-negara ASEAN pada tahun 2004. Pihak AS menyampaikan agar pihak Indonesia mengajukan surat resmi untuk kemudian diproses.
e) Seminar Peacekeeping Operations. Delegasi Indonesia mengharapkan agar AS dapat memberikan bantuan untuk peningkatan kemampuan TNI dalam konteks Peacekeeping Operations. Delegasi AS menyampaikan agar pihak Indonesia mengajukan surat permohonan ke pihak AS untuk diproses.
h. Mengakhir pertemuan, kedua delegasi sepakat bahwa IUSSD-3 akan dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2005.
5. IUSSD III
a. Indonesia-US Security Dialogue ke-3 (IUSSD III) dilaksanakan pada tanggal 2-3 Agustus 2005 di Timor Room, Hotel Borobudur, Jakarta, Indonesia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mayjen TNI Dadi Susanto, Dirjen Strahan Dephan dan anggotanya terdiri dari para pejabat Departemen Pertahanan, Deplu, Kantor Menkopolhukam, Mabes TNI, Polri, Sekretariat Kabinet RI, dan BIN. Sedangkan delegasi AS dipimpin oleh BGen John Allen, Principal Director for Asia and Pacific Affairs, International Security Affairs dan anggota terdiri dari pejabat Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, Pacific Command, National Guard, Defense Security Cooperation Agency, Kedutaan Besar AS di Jakarta.
b. IUSSD III dibuka Menteri Pertahanan RI, Juwono Sudarsono, yang menekankan pentingnya bertukar pandangan dan gagasan terbaik dalam merespons setiap tantangan di era globalisasi dunia. Menteri Pertahanan juga memberi gambaran pentingnya dialog untuk memperbaiki pemahaman, posisi, persepsi dan kebijakan masing-masing negara dalam isu-isu keamanan di tingkat regional dan internasional. Dalam pidato balasannya Duta Besar AS untuk Indonesia, B Lynn Pascoe, menyatakan dialog ini merupakan tempat bagi kedua delegasi untuk bekerjasama dalam periode yang kritis bagi hubungan militer kedua negara.
c. Situasi Keamanan Global dan Regional. Kedua delegasi membicarakan isu situasi keamanan global dan regional khususnya di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Pihak AS menyampaikan perkembangan operasi-operasi yang sedang berjalan di Afghanistan dan Irak, isu program nuklir Iran, krisis Semenanjung Korea, dan hubungan pertahanan AS-Cina, AS-Jepang, serta AS-Australia.
Pihak Indonesia mengutarakan harapan agar stabilitas di Irak tidak semakin memburuk. Terkait dengan hal ini, pihak AS menyatakan bahwa keberadaan Multi National Force (MNF) adalah untuk memberi jaminan keamanan, kemakmuran dan masa depan demokrasi di Irak. Bila MNF keluar dari Irak diharapkan kapasitas militer dan polisi Irak sudah lebih mandiri.
Menyangkut krisis Semenanjung Korea, pihak Indonesia mempertanyakan pertimbangan AS untuk menghentikan program nuklir Korea Utara. Pihak AS menyatakan semua pihak dalam Six Party Talks menyetujui bahwa hasil akhir dari penyelesaian adalah denuklirisasi penuh. Dalam kerangka tersebut, AS berkomitmen untuk meneruskan proses diplomasi dan menyatakan tidak akan menyerang Korea Utara dengan kekuatan militer.
Tentang perang melawan terorisme, secara khusus pihak Indonesia menyatakan telah terjadi mispersepsi tentang Islam yang mengakibatkan penilaian buruk terhadap Islam sehingga penting adanya dialog antar agama (interfaith dialogue). Pihak AS mengakui terjadinya mispersepsi tersebut. Pihak AS menyatakan bahwa masyarakat AS mengetahui tentang Islam dari Timur Tengah, sehingga perlu promosi Indonesia sebagai negara Islam yang damai dan sejahtera melalui kerjasama diantara AS dan RI. Pihak AS menilai bahwa disamping kemajuan yang telah dicapai oleh negara-negara di kawasan, Asia Tenggara tetap menjadi area yang menarik bagi operasi kelompok-kelompok teroris seperti JI dan Abu Sayyaf.
Indonesia menyampaikan keprihatinan tentang perkembangan proses reformasi PBB terutama menyangkut penambahan kursi Dewan Keamanan (DK PBB) yang berjalan lamban. Terkait dengan hal ini, Indonesia mengingatkan bahwa pembahasan isu ini pada bulan September 2005 mendatang akan berpengaruh terhadap tatanan dunia untuk jangka panjang.
Menyangkut hubungan AS dengan negara-negara Asia seperti Thailand, Filipina dan Singapura, pihak AS menyatakan bahwa hubungan dengan negara-negara tersebut didasarkan pada latar belakang sejarah hubungan bilateral. Eksistensi AS di Asia Tenggara lebih diarahkan untuk menyediakan bantuan bila dibutuhkan oleh negara-negara di kawasan (apabila diminta).
d. Peran Militer Dalam Disaster Relief. Dalam pemaparannya, pihak AS menekankan bahwa militer AS bukan merupakan instrument resort pertama untuk merespons krisis kemanusiaan akibat bencana. Militer AS dilibatkan bila dampak bencana melebihi kapabilitas institusi sipil dengan pertimbangan kejelasan misi, resiko yang minimal dan misi departemen pertahanan tidak terganggu. Terkait dengan penanganan bencana di Aceh dan Nias, pihak AS menyatakan mendapat kehormatan untuk terlibat dalam penanggulangan bencana tersebut dan menyatakan bahwa hubungan erat yang tercipta selama misi dijalankan telah menciptakan kesempatan strategis untuk memperkuat hubungan RI-AS sehingga akan memberi keuntungan bagi rakyat kedua negara.
Pihak Indonesia sendiri mengungkapkan bahwa dalam penanggulangan bencana tersebut ditemui permasalahan terkait kurangnya perlengkapan, transportasi, fasilitas seperti rumah sakit. Pihak Indonesia mengutarakan bahwa tragedi tersebut telah menciptakan solidaritas global dan kerjasama militer yang tidak terbayangkan sebelumnya.
e. Keamanan Maritim. Pihak AS menyampaikan paparan tentang pembangunan kapasitas Keamanan Maritim Regional, yang mencakup peningkatan kewaspadaan dan pertukaran informasi, arsitektur pengambilan keputusan yang responsif, dan peningkatan kapabilitas interdiksi maritim dalam menghadapi ancaman tradisional dan non-tradisional. Pihak Indonesia mengangkat masalah bantuan AS kepada Indonesia yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Pihak AS menyatakan bahwa RI dan AS dapat bekerjasama dalam memberantas kejahatan lintas batas dan AS akan mengikuti seluruh permintaan dan arahan dari negara tuan rumah sehingga tidak melanggar kedaulatan negara tersebut. AS menyatakan bahwa bantuan AS ditujukan untuk menjamin keselamatan dan kestabilan kawasan tersebut, termasuk dalam kasus pengamanan Selat Malaka.
f. Laporan tentang Militer Cina di Depan Kongres AS. Pihak AS menyatakan tidak memandang Cina sebagai ancaman. Pihak AS mengungkapkan bahwa anggaran militer Cina yang dipublikasikan berbeda dengan yang sebenarnya, karena itu perkembangan militer Cina menarik untuk dicermati. Pihak Indonesia sendiri menyatakan pentingnya terpeliharanya hubungan AS-Cina bagi stabilitas dan perdamaian dunia.
g. Perundingan Damai di Aceh. Pihak Indonesia menyampaikan perkembangan dalam perundingan dengan GAM, yang tengah memasuki tahap pelaksanaan di lapangan dengan pengawasan ASEAN dan Uni Eropa. Pihak Indonesia mengambil langkah ini karena berpendapat bahwa solusi damai merupakan jalan terbaik bagi Pemri maupun GAM. Pihak AS menyampaikan penghargaan kepada Indonesia atas keberhasilan tercapainya perundingan damai dengan GAM. Hal ini dipandang sebagai perkembangan positif bagi penyelesaian konflik di Indonesia.
h. Upaya Indonesia dalam Melawan Terorisme. Pihak Indonesia menyatakan pentingnya penguatan kerjasama internasional, untuk menutupi terciptanya peluang kelompok-kelompok teroris melakukan aksinya, karena komunikasi yang efektif dan kepercayaan antar semua pihak akan memberi keuntungan bagi keberhasilan dalam perang melawan terorisme.
i. Manajemen Sumberdaya Pertahanan. Pihak AS menawarkan Defense Resource Management Program untuk diaplikasikan di Indonesia dalam rangka membantu memperkuat proses manajemen sumberdaya pertahanan dan meningkatkan kapabilitas militer untuk mengatasi isu-isu keamanan internal dan eksternal. Terhadap tawaran tersebut, pihak Indonesia belum memberikan jawabannya.
j. Program National Guard State Partnership. Pihak AS menyampaikan keberadaan program kerjasama kemitraan National Guard negara bagian AS dengan negara-negara lain, yang berguna untuk mempromosikan kerjasama keamanan yang efektif dan saling menguntungkan melalui hubungan militer dan sipil yang bermanfaat bagi pihak yang terlibat dalam program ini. Saat ini, pihak AS telah bekerjasama dibidang ini dengan Thailand, Filipina dan Mongolia.
k. Kerjasama IMET, FMF, dan FMS. Pihak AS menyampaikan langkah-langkah untuk melaksanakan kembali program FMS-FMF-IMET melalui upaya tim yang terdiri dari Dephan RI, ODC Jakarta, Deplu dan Dephan AS, serta Kedutaan Indonesia di Washington DC. Melalui kerjasama tim ini, diharapkan mendapat penilaian positif Kongres AS terhadap Indonesia sehingga akhirnya mendukung pencabutan semua hambatan dalam hubungan militer RI-AS.
Menyangkut program FMS, pihak AS menyatakan bahwa badan-badan terkait di AS tengah memeriksa kasus per kasus untuk meneliti status tiap items. Sementara tentang FMF, pihak AS menyatakan bahwa dalam proposal anggaran untuk tahun 2006 tidak ada restriksi terhadap Indonesia, namun keputusan akhir tetap berada di tangan Kongres.
Secara khusus tentang program IMET, pihak Indonesia menginginkan penambahan jumlah dana. Terkait hal ini, pihak AS menyatakan bahwa potensi untuk meningkatkan dana IMET untuk Indonesia selalu ada. Menyangkut pertanyaan Indonesia mengenai penolakan AS terhadap beberapa perwira untuk mengikuti IMET, pihak AS menyatakan peraturan dari program yang baru diterapkan Kongres AS mengharuskan pemenuhan kriteria bahwa setiap perwira harus bersih dari segala bentuk penyiksaan dan perbuatan yang melanggar HAM. Atas permintaan pihak Indonesia, agar AS menyampaikan kepada RI tentang daftar perwira yang tidak boleh mengikuti IMET, pihak AS menyatakan bahwa AS tidak memiliki daftar orang yang dilarang mengikuti IMET sehingga sebaiknya Indonesia yang meneliti sendiri.
l. Masalah-Masalah Khusus.
1) Isu Papua. Pihak AS menyatakan bahwa pemerintah AS mendukung integritas teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mendukung setiap kelompok yang berusaha memisahkan diri dari Indonesia. Tentang permintaan Indonesia agar AS mensosialisasikan perundingan Indonesia-Belanda tahun 1949, pihak AS menyatakan akan menginformasikannya kepada Kongres dan menginginkan keterlibatan KBRI dalam upaya tersebut.
2) Pelaksanaan IUSSD IV. Kedua delegasi sepakat untuk melaksanakan IUSSD IV pada tahun 2006 di Washington D.C. atau Honolulu. Pihak AS menginginkan pelaksanaan IUSSD IV selama dua hari penuh guna memperbanyak waktu untuk melakukan tanya jawab.
6. IUSSD IV
a. Rangkaian kegiatan Delegasi RI dalam rangka IUSSD-IV terdiri atas pertemuan-pertemuan penting dengan sejumlah tokoh di Washington DC yang dilaksanakan tanggal 24-25 April 2006, serta acara pokok IUSSD-IV yang berlangsung selama dua hari yakni tanggal 26 – 27 April 2006 bertempat di National Defence University Washington DC Amerika Serikat.
b. Mekanisme pelaksanaan dialog dengan sistem “co-chair” antara Pimpinan Delegasi RI, Mayjen TNI Dadi Susanto (Dirjen Strategi Pertahanan Dephan), dan Pimpinan Delegasi USA, Mr. Richard Lawless (Deputy Under Secretary of Defence for Asian and Pacific Affairs).
c. Dialog dibuka oleh Deputy Under Secretary of Defence Richard Lawless yang menyampaikan pentingnya dialog antara Indonesia-USA sebagai wadah untuk menyampaikan pandangan-pandangan tentang konteks keamanan dan tantangannya serta mempererat hubungan dan kerjasama pertahanan kedua negara. Dubes RI, Bapak Sudjadnan Parnohadiningrat dalam sambutan pembukaannya antara lain menyampaikan bahwa kemajuan dan perkembangan positif dalam negeri Indonesia merupakan prakondisi bagi peningkatan Dialog dalam mana kedua negara memetik manfaat dalam upaya bersama menciptakan keamanan global dan regional yang aman, stabil dan berkesejahteraan.
d. Pimpinan kedua delegasi menegaskan, seiring dengan semakin meningkatnya hubungan bilateral AS dan Indonesia di berbagai bidang, maka penyelenggaraan Dialog yang ke-empat ini memiliki arti penting dan merupakan awal dari kerjasama yang semakin intensif yang akan mencakup berbagai bidang untuk dicermati dan diupayakan bersama.
e. Dialog tersebut dibagi dalam 4(empat) Sesi dengan materi dan isu-isu yang dibahas meliputi:
1) Global and Regional Security Overview, meliputi “an Overview of Global and Regional Security Issues and Assessment of US-Indonesia Relations (disampaikan oleh Delegasi Indonesia); serta “US-Perspective of Asian and Pacific Regional Security Issues” (disampaikan oleh Delegasi AS).
2) National Security Issues, Specific Topics. Pada Sesi ini Delegasi Indonesia memaparkan tentang tentang “Indonesian National Security Issues” dan “The global war on Terrorism”, serta “Security Assessment”. Delegasi AS menyampaikan presentasi tentang “The Long War”.
3) Specific Topics, yakni membahas tentang “Maritime Security”, dan “An Update on Defence Sector Reforms (including Military Law, Arms Procurement, and TNI Businesses)” yang disampaikan oleh Delegasi Indonesia. Delegasi AS menyampaikan presentasi masing masing berjudul “US Strategy on Transnational Threats” dan “The Quadrennial Defence Review (QDR)”.
4) Pada Sesi tentang Next Steps: Delegasi Indonesia mengangkat topik tentang “US-Indonesia Strategy Partnership: The New and Revitalized IUSSD”, sementara Delegasi AS mengangkat topik “Further Discussion on Defence Resource Management Study (DRMS) and National Guard State Partnership Program (SPP)”.
f. Dialog tersebut menghasilkan Joint Statement yang ditandatangani oleh masing-masing Ketua Delegasi; yang isinya sebagai berikut :
1) Dialog mengangkat kembali Joint Statement antara Presiden George W.Bush dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pertemuan di Washington D.C. tanggal 25 Mei 2005 dimana kedua Presiden sepakat bahwa hubungan militer yang normal merupakan kepentingan dari kedua negara dan karena itu perlu ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konkrit guna tercapainya normalisasi tersebut. Kedua Presiden juga menyambut baik pembukaan kembali partisipasi Indonesia dalam program IMET, serta pentingnya melanjutkan IUSSD dan USIBDD. Dalam pertemuan tersebut Presiden Bush menekankan bahwa Pemerintahannya mendukung integritas teritori Indonesia dan kembali menyatakan bahwa Amerika Serikat menentang gerakan-gerakan yang memisahkan diri setiap wilayah Indonesia.
2) Kedua delegasi menggarisbawahi peningkatan hubungan kedua negara yang pesat dan membaik, dengan menggaris bawahi penekanan Menlu AS Condoleezza Rice ke Jakarta pada 14 Maret 2006 yang menekankan bahwa pemerintahan Presiden Bush menegaskan penghargaannya akan peningkatan hubungan kemitraan strategis antara AS dan Indonesia (strategic partnership and strategic relationship).
3) Kedua delegasi menyoroti rangkaian perkembangan positif yang dicapai sejak Dialog sebelumnya yang memuluskan jalan bagi normalisasi hubungan antar militer kedua negara.
4) Kedua delegasi bertekad untuk mempertahankan pencabutan restriksi penjualan senjata kategori lethal dari AS kepada Indonesia, serta partisipasi Indonesia dalam program International Military, Educational and Training (IMET) akan terus dilanjutkan guna penguatan usaha-usaha dalam mewujudkan TNI yang professional sesuai prinsip-prinsip negara demokrasi.
5) Kedua delegasi menegaskan bahwa keduanya menyadari pentingnya kesinambungan pertumbuhan hubungan kemitraan strategis (strategic partnership) kedua negara. Karena itu kelanjutan hubungan kemitraan tersebut akan tetap dikembangkan dan ditingkatkan serta menyadari pentingnya IUSSD sebagai forum untuk membicarakan berbagai hal menyangkut isu-isu keamanan kedua negara serta menemukan alternatif rekomendasi kebijakan bagi pemerintah masing-masing.
6) Kedua delegasi sepakat bahwa dengan penekanan pada peningkatan hubungan kemitraan strategis akan memperkuat Dialog untuk berperan kunci bagi terwujudnya CBM (Confidence Building Measure), penguatan hubungan sipil-militer, peningkatan stabilitas keamanan regional dan melanjutkan kerjasama pertahanan kedua negara.
7) Kedua delegasi sepakat untuk menyelenggarakan pertemuan level pejabat tinggi yang diselenggarakan di Jakarta pada triwulan ke-tiga 2006 guna membahas tentang the new and revitalized IUSSD. Delegasi Indonesia menyatakan minatnya untuk mengambil bagian dalam Defence Resource Management Study (DRMS) dan Program National Guard State Partnership. Dalam meninjau kondisi keamanan global dan kawasan Asia Pasifik, kedua delegasi memiliki pandangan yang sama untuk melanjutkan usaha memerangi terorisme dan ancaman keamanan trans-nasional lainnya, dengan menekankan pentingnya kerjasama dan dialog regional.
8) Delegasi AS kembali menyatakan sikapnya bahwa pemerintahan Amerika Serikat mendukung UNCLOS’82.
9) Delegasi AS memuji kesinambungan usaha-usaha pemerintah Indonesia khususnya TNI dalam konteks reformasi pertahanan dan militer, selanjutnya menekankan pentingnya untuk mempertahankan dan memelihara usaha-usaha untuk meningkatkan profesionalitas TNI yang menghargai HAM, dan berkomitmen untuk tetap melanjutkan reformasi TNI. Delegasi AS juga menyatakan penghargaannya kepada kerjasama Pemerintah Indonesia untuk melanjutkan investigasi dan penuntutan terhadap pelaku aksi pembunuhan pada kasus TIMIKA serta komitmen yang kuat dan usaha sungguh-sungguh Indonesia untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Tim-Tim tahun 1999 melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang ditujukan bagi terwujudnya kesinambungan hubungan antara Indonesia dan Timor Leste.
10) Delegasi AS menghargai Indonesia sebagai key partner dalam memerangi terorisme terutama dalam usaha-usaha menangkap dan mengadili para pelaku aksi terror di Indonesia. Kedua delegasi juga membahas langkah-langkah kerjasama counter-terrorism dan sepakat akan kebutuhan untuk mengembangkan dan melindungi hak azasi manusia.
11) Kedua delegasi sepakat bahwa prinsip-prinsip kerja IUSSD yang baru serta revitalisasi IUSSD adalah dalam kerangka pertumbuhan hubungan kemitraan strategis (strategic partnership) US-Indonesia sebagai usaha bersama untuk memperkuat dan memelihara demokrasi, good-governnance, dan perlindungan HAM bagi terpeliharanya kawasan regional yang aman, stabil dan ekonomis.
12) Kedua delegasi menyambut baik penyelenggaraan United States-Indonesia Bilateral Defence Dialogue (USIBDD) ke-enam pada bulan Juni 2006 di Jakarta. USIBDD dan Military Working Group memberi kesempatan yang sangat bermanfaat bagi militer kedua belah pihak untuk mendiskusikan masalah-masalah keamanan dan kerjasama. Lebih lanjut kedua delegasi menegaskan pentingnya hubungan (link) antara IUSSD dan USIBDD dalam memajukan kerjasama pertahanan kedua negara.
13) Kedua delegasi sepakat untuk membahas dalam USIBDD mendatang kemungkinan membentuk 4 Kelompok Kerja (Military Working Group) dalam wadah USIBDD yakni Peningkatan hubungan (inter-relation and connectivity) antara Departemen Dephan dan institusi militer, Kelompok Kerja penguatan profesionalitas militer dan Sumber Daya Manusia, Kelompok Kerja penguatan peralatan militer, dan Kelompok Kerja penguatan TNI sebagai institusi militer yang akuntabel, transparan, professional dan kekuatan utama yang disegani di kawasan.
14) Kedua delegasi menegaskan komitmennya untuk memelihara kesinambungan persahabatan antara US dan RI sebagai mana diucapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden George W.Bush dan untuk mengembangkan kerjasama berdasar strategic partnership dan saling tukar nilai-nilai demokrasi dan plurarisme kedua bangsa. Lebih lanjut, delegasi AS menegaskan dukungannya terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Indonesia dan dukungan terhadap penggunaan cara-cara politik dalam menghadapi aspirasi lokal NKRI.
g. Sebagai penutup, kedua delegasi menjelaskan secara gamblang betapa peran IUSSD sebagai pilar penting dalam hubungan Indonesia-AS. Kedua delegasi sepakat untuk menyelenggarakan IUSSD-V pada tahun 2007 di Indonesia dan sepakat untuk mengadakan serta melanjutkan kontak-kontak lebih lanjut pada tingkat Menteri dan pejabat yang mewakili.
h. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian:
1) Pemerintah AS mendukung sepenuhnya kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI, serta menentang gerakan-gerakan yang memisahkan diri di setiap wilayah Indonesia.
2) Delegasi AS kembali menyatakan sikap pemerintah Amerika Serikat yang mendukung UNCLOS’82.
3) Amerika Serikat tidak mempunyai niat untuk melakukan kegiatan patroli di Selat Malaka. AS berkeinginan untuk membantu negara-negara pantai melakukan pengamanan Selat Malaka secara lebih baik.
4) Delegasi AS menyatakan bahwa pada saat ini (TA. 2006) telah tersedia dana untuk membantu Indonesia membeli peralatan atau pelatihan sekitar $US 1 M untuk TNI melalui program FMF; serta merencanakan untuk mengajukan kepada Congress dana anggaran untuk TNI untuk TA 2007 sekitar $US 6.5 M, yang umumnya diperuntukkan bagi kebutuhan keamanan maritim.
7. IUSSD V
a. Indonesia-USA Security Dialogue ke V (IUSSD V) telah dilaksanakan pada tanggal 18-19 April 2007,di Dephan, Jakarta, Indonesia. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Mayjen TNI Dadi Susanto, Dirjen Strahan Dephan dan anggotanya terdiri dari para pejabat Departemen Pertahanan, Deplu, Kantor Menkopolhukam, Mabes TNI, Polri, Juru bicara Presiden, dan BIN. Sedangkan Delegasi AS dipimpin oleh Mr Jim Shinn, Principal Deputy Assistant Secretary Of Defense For Asian And Pasific Security Affairs dan anggota terdiri dari pejabat Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri, Pacific Command, National Guard, Defense Security Cooperation Agency dan Kedutaan Besar AS di Jakarta.
b. IUSSD V dibuka oleh Mayjen TNI Dadi Susanto, Dirjen Strahan Dephan yang menekankan pentingnya bertukar pandangan dan gagasan terbaik dalam merespons setiap tantangan di era globalisasi dunia. Dirjen Strahan juga memberi gambaran pentingnya dialog untuk memperbaiki pemahaman, posisi, persepsi dan kebijakan masing-masing negara dalam isu-isu keamanan di tingkat regional dan internasional. Dengan dialog diharapkan meminimalisir kesalahpahaman yang mungkin terjadi antara kedua belah pihak. Dalam pidato balasannya Mr Jim Shinn, Principal Deputy Assistant Secretary of Defense for Asian and Pasific Security Affairs menyatakan bahwa sejauh ini sejumlah kemajuan dalam kerjasama telah dicapai oleh kedua belah pihak, dengan adanya persamaan kepentingan keamanan serta nilai-nilai demokrasi yang dianut kedua negara, dan ini telah menyebabkan hubungan RI-AS semakin kuat dan dinamis. Dialog ini juga merupakan suatu cara dalam memantapkan dan meningkatkan hubungan militer kedua negara.
c. Dialog dibagi dalam 6 (enam) sesi dan masing-masing delegasi menyampaikan materi presentasi dilanjutkan dengan diskusi. Delegasi Indonesia menyampaikan presentasi mengenai : Regional/Global Security Situation, Indonesia Counter Terrorism Strategy, Update on Indonesian Peacekeeping & Mission in Lebanon, Nuclear Free Zone (ZOPFAN), Revitalized IUSSD, Defence Resource Management Study (DRMS) and Report of USIBDD. Sedangkan Delegasi AS menyampaikan presentasi mengenai : Asia Pacific Regional Security Situation, Iraq New Strategy and US Global Counter Terrorism Strategy, US Maritime Security Cooperation and Transnational Crime, Update on US Courts Martial in Iraq, Global Peace of Operations Initiative Discussion, Status of Force Agreement (SOFA), National Guard State Partnership Program (SPP), Security Assistance Programs (FMS/FMF/IMET/EDA/1206) Overview, and US Human Right Vetting Policy.
d. Situasi Keamanan Global dan Regional. Kedua delegasi membicarakan isu situasi keamanan global dan regional khususnya di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Pihak AS menyampaikan perkembangan masalah tentang Korea, Non Proliferation, Rise of China : Deterrence and Engagement, Failed States, India Pakistan Confrontation, Regional separatists, Terrorisme, bencana alam (Disaster) dan Pandemic.
Untuk menghadapi masalah di atas pihak AS menyampaikan beberapa solusi misalnya permasalahan senjata pemusnah masal di Korea Utara, bisa dihadapi dengan cara Six party talks dan kegiatan non proliferasi, permasalahan kebangkitan China dapat di atasi dengan cara Engagement dan Deterrence, permasalahan Failed States, bisa dengan cara aktif Engagement berupa rekonstruksi, mediasi dan Counter-Terrorism, permasalahan konfrontasi antara India-Pakistan di atasi dengan cara mediasi dan kegiatan Counter Terrorism, untuk menghadapi permasalahan regional sparatists dapat dilakukan rekonsiliasi, mediasi dan Counter Terrorism sedangkan permasalahan bencana alam dan pandemik, suatu negara dapat mempersiapkan sistemnya (preparedness system).
Pihak Indonesia menyampaikan perspektif Indonesia dalam menghadapi isu-isu internasional. UUD 1945 merupakan dasar bagi pemerintah dalam melindungi rakyat dan wilayah Indonesia, memperbaiki kehidupan sosial dan memajukan kecerdasan bangsa, dan memberi mandat kepada pemerintah untuk berpartisipasi dalam mendirikan tatanan dunia berdasarkan pada kebebasan, perdamaian dan keadilan sosial. Dengan dasar tersebut Indonesia selalu memberikan kontribusi dalam usaha-usaha perdamaian dan keamanan dunia. Disebutkan pula bahwa tantangan yang dihadapi masyarakat internasional saat ini ádalah tentang global terorisme, HIV/AIDS, pandemik flu burung dan dalam skope regional meliputi terorisme, transnational crime, persons trafficking, drug trafficking, keamanan maritim, illegal logging dan konflik wilayah.
Peran diplomasi sangat penting untuk menghadapi masalah di atas. Bentuk diplomasi Indonesia yang digunakan untuk menghadapi masalah di atas diterapkan di forum multilateral, regional dan bilateral. Sebagai contoh untuk border diplomasi, konsep wawasan nusantara untuk menjaga integritas wilayah nasional dapat diterapkan. Dikaitkan dengan isu Selat Malaka, Indonesia memandang penting adanya kerjasama negara pantai (littoral state) dalam menjaga keamanan Selat Malaka dari berbagai ancaman maritim.
Dalam menghadapi agenda global, Indonesia telah melakukan peran di berbagai bidang seperti dalam isu WMD (Weapon of Mass Destruction), kontribusi di UN Peace Keeping Force dan Post Conflict Peace Building Activities. Dalam pemberantasan terorisme sebaiknya dilakukan dengan pendekatan holistik dan memperkuat kerjasama international. Sebagai anggota tidak tetap DK PBB, Indonesia memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan untuk perdamaian dan keamanan international, seperti konflik Arab-Israel. Penangananannya tidak dapat dilakukan dengan solusi militer, Indonesia menyarankan perlunya peningkatan peran UNSC secara obyektif dan imparsial. Sedangkan menyangkut masalah Irak, Presiden RI menawarkan triple-track solution pada saat pertemuan dengan Presiden AS di Bogor bulan November 2006. Hubungan bilateral Indonesia dan AS merupakan hubungan kemitraan yang berdasarkan pada kesetaraan, saling menghormati, kepentingan yang sama dan nilai-nilai kebebasan, pluralisme serta toleransi.
e. Keamanan Nasional. Kedua delegasi membahas masalah isu keamanan nasional khususnya yang terjadi di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Pihak AS mengetengahkan topik tentang Strategi militer dan operasi di Irak, sedangkan Indonesia mengetengahkan topik tentang memerangi terorisme.
1) Strategi Militer dan Operasi di Irak. Pihak AS menyampaikan bahwa permasalahan di Irak semakin kompleks karena terdapat persepsi yang keliru terhadap Amerika di kalangan muslim misalnya sikap arogan, tidak bermoral dan meninggalkan nilai agama. Amerika Serikat menyelesaikan masalah Irak dari aspek-aspek politik, keamanan dan ekonomi yang bertujuan mendukung pemerintah Irak yang sah dan tujuan akhir dari operasi AS di Irak ádalah untuk Irak bersatu, integritas teritorial, pemerintahan yang representatif, memerangi terorisme, ekonomi yang stabil dan kemandirian.